KOTA KELAHIRAN Bung karno bukan di Blitar tapi di SURABAYA


 Rakyat seluruh Indonesia selama ini mengerti bahwa Presiden Pertama Indonesia kita ini (Ir. Soekarno) lahir di kota Blitar Jawa Timur. Namun akhir - akhir ini, Indonesia dikejutkan dengan penelitian yang menggemparkan. Ternyata Bung Karno yang bernama asli Kusno Sosrodihardjo  dilahirkan di Surabaya. Tepatnya di sebuah rumah kontrakan Jalan Lawang Seketeng, sekarang berubah menjadi Jalan Pandean IV/40. Ayahnya Raden Soekemi seorang guru sekolah rakyat dan ibunya Ida Ayu Rai seorang perempuan bangsawan Bali.

Hampir semua rumah peninggalan Belanda di kawasan Jalan Pandean, Surabaya masih asli. Antara satu rumah dan rumah lainnya nyaris tak ada berbeda, bentuk, model, dan coraknya bergaya kolonial. Sejak dulu, tidak ada yang spesial di kampung itu. Namun akhir - akhir ini, warga dikejutkan dengan penelitian yang menggemparkan.

Tidak hanya bagi warga setempat, masyarakat Indonesia pun dibuat tercengang dengan penemuan bahwa rumah kelahiran Soekarno, Presiden pertama RI yang juga Sang Proklamator, berada di sebuah gang sempit yang berukuran tidak lebih dari tiga meter di Kota Pahlawan, Surabaya. Bukan di Blitar sebagaimana yang diketahui masyarakat Indonesia selama ini.

"Setelah kami lakukan penelitian dan melalui kajian cukup lama, ternyata rumah kelahiran Soekarno bukan di Blitar, melainkan di Surabaya," ujar Ketua Umum "Soekarno Institute", Peter A Rohi.

(Kamar sempit, yang sampai saat ini masih belom ada perubahan) tempat presiden Soekarno dilahirkan 6 Juni 1901
Ukuran bangunan rumah itu 6x14 meter. Terdiri dari satu ruang tamu, satu ruang tengah yang biasa ditempati keluarga bersantai, dan dua kamar. Di belakang ada dapur yang terdapat juga sebuah tangga kayu untuk naik ke lantai dua. Di lantai atas tersebut, hanya digunakan untuk menjemur pakaian.

"Dari dulu, ya seperti ini. Kami tidak mengubahnya, atau merenovasi," ujar Siti Djamilah, pemilik rumah saat ini.
Ia mengaku menempati bangunan itu sejak 1990. Ketika itu, ia ikut kedua orangtuanya. Kakak Djamilah dan suaminya, H. Zaenal Arifin juga menetap rumah itu.

Kemudian, 1998 Djamilah menikahi Choiri. Setelah kedua orang tua Djamilah meninggal, mereka hanya tinggal berempat. "Kami tidak menyangka bahwa rumah ini adalah tempat kelahiran Bung Karno. Sebuah kebanggaan dan anugerah karena kami tinggal di rumah tokoh kelas dunia. Tidak hanya presiden, tapi seorang yang patut menjadi teladan bangsa Indonesia," tutur Choiri, suami Djamilah.

"Kami sudah melalui kajian dan penelitian panjang sejak masa reformasi. Bahkan penelitian juga kami lakukan di Belanda. Buku-buku sejarah masa lalu juga membuktikan bahwa di Surabaya inilah Bung Karno dilahirkan. Syukurlah sekarang bisa diresmikan," ujar Peter A. Rohi.

"Di Jakarta ada prasasti Barack Obama, padahal dia Presiden Amerika Serikat. Masak Presiden Indonesia tidak ada prasastinya? Kami memasangnya di rumah kelahiran Soekarno," katanya, menambahkan.

Pasang Prasasti

 Dijelaskan Peter, pemasangan prasasti digelar 6 Juni 2011 karena disamakan dengan tanggal kelahiran Soekarno, yakni 6 Juni 1901. Peter menyayangkan sikap pemerintah yang menyatakan bahwa Soekarno lahir di Blitar. Padahal, kata dia, berbagai buku-buku sejarah dan arsip nasional ditegaskan bahwa Soekarno dilahirkan di Surabaya.
Peter A Rohi, penggagas Prasasti Bung Karno (Foto: Tudji Martudji, VIVAnews) 

Ia berani menunjukkan puluhan koleksi buku sejarah yang menuliskan kelahiran Soekarno. Di antaranya, buku berjudul "Soekarno Bapak Indonesia Merdeka" karya Bob Hering, "Ayah Bunda Bung Karno" karya Nurinwa Ki S. Hendrowinoto tahun 2002, "Kamus Politik" karangan Adinda dan Usman Burhan tahun 1950.
Lainnya, "Ensiklopedia Indonesia" tahun 1955, "Ensiklopedia Indonesia" tahun 1985, dan "Im Yang Tjoe" tahun 1933 yang sudah ditulis kembali oleh Peter A Rohi dengan judul "Soekarno Sebagi Manoesia" pada tahun 2008.

"Bahkan mantan Kepala Perpustakaan Blitar sudah mengakui bahwa Soekarno tidak dilahirkan di Blitar, melainkan di Surabaya," tuturnya. Pihaknya berharap, ke depan masyarakat Indonesia lebih mengetahui dan mengakui bahwa kota kelahiran Soekarno yang selama ini dikenal adalah keliru.

"Dulu pascatragedi G30S/PKI, semua buku sejarah ditarik dan diganti di Pusat Sejarah ABRI pimpinan Nugroho Notosusanto. Tapi saya heran, kenapa ada pergantian kota kelahiran Soekarno? Semoga pemerintah ke depan sudah mengakui bahwa lahirnya presiden pertama Indonesia ada di Surabaya," papar Peter.


Walikota Surabaya Bambang Dwi Hartono dan rombongan mengunjungi rumah nomer 40 RT 4 RW VIII Pandean IV Kelurahan Peneleh Kecamatan Genteng,Surabaya, usai acara peletakan batu pertama pembangunan monumen kelahiran Bung Karno, Minggu (29/8) siang

Peter mengaku tidak sendiri, sejumlah elemen dan peneliti ikut membantu melakukan pendalaman menguak misteri Bung Karno. "Saya tidak sendiri, sejumlah peneliti dari Jakarta dan Surabaya ikut andil menelusuri," sambungnya.

Termasuk mendatangi musem sejarah di Belanda. Puncaknya, tepat di tanggal lahir Bung Karno 6 Juni, peletakan batu prasasti mengukuhkan rumah tinggal keluarga Soekarno di Jalan Pandean IV/40 Surabaya, Jawa Timur, diresmikan, Senin 6 Juni 2011 oleh Walikota Surabaya, Tri Rismaharini.

Peresmian ditandai pembukaan selubung prasasti oleh Walikota Surabaya, Direktur The Soekarno Institute Peter A. Rohi, dan perwakilan Bung Karno, Prof. Haryono Sigit, Putra kandung Bung Tomo, Bambang Sulistomo yang disaksikan pejabat Pemkot Surabaya, anggota DPRD serta ribuan massa warga kota.

"Yang kami lakukan sudah melalui kajian dan penelitian panjang sejak pasca reformasi. Termasuk melakukan penelusuran ke Belanda. Buku-buku sejarah masa lalu juga membuktikan bahwa di Surabaya inilah Bung Karno dilahirkan. Syukurlah sekarang bisa diresmikan," kata Peter.

Walikota Surabaya Tri Rismaharini juga mengaku sangat yakin bahwa Bung Karno bukan dilahirkan di Blitar. Pihaknya juga telah mengirim surat ke Pemerintah Pusat untuk meluruskan persoalan ini dan optimistis pemerintah mengakuinya.

"Kami masih menunggu respon dari Pemerintah Pusat. Tapi tahun 2010, walikota Surabaya saat itu, Bambang DH, sudah menandatangani prasasti sekaligus mengirimkan surat ke pemerintah pusat," tutur Tri Rismaharini.

Sebelum  dipasangkan, prasastidi arak oleh ratusan orang. Prasasti yang terbuat dari batu granit berwarna hitam itu diarak di atas becak dari Jalan Mawar markas Laskar Revolusi pimpinan Bung Tomo menuju Jalan Pandean IV/40, rumah yang dulu pernah dikontrak ayah Bung Karno sekembalinya dari Bali.

foto arak-arakan prasasti kelahiran Bung Karno di Surabaya : Zaenal Effendi


"Kira-kira" prasasti berukuran sekitar 90x30 cm yang ditulis dengan tinta warna emas itu bertuliskan: "Di Sini Tempat Kelahiran Bapak Bangsa Dr Ir Soekarno Penyambung Lidah Rakyat Proklamator Presiden Pertama RI Pemimpin Besar Revolusi".

Di bawahnya terdapat tulisan waktu penandatanganan prasasti yang ditandatangani di Surabaya 29 Agustus 2010 oleh Bambang Dwi Hartono sebagai Walikota Surabaya saat itu.

Sedangkan sisi kanan prasasti terdapat foto Bung Karno yang tercantum alamat tempat dan tanggal lahir Bung Karno yakni Pandean IV/40, Bung Karno 9 Juni 1901 (Kamis Pon).

"Adanya prasasti ini menandai pelurusan sejarah bahwa Bung Karno adalah arek Suroboyo," kata Peter A Rohi, kepada wartawan di sela-sela arak-arakan, Minggu (5/6/2011).

Jadi Museum

Menurut Risma, pihaknya sudah menemui keluarga pemilik rumah, Choiri, agar bersedia menjualnya dan akan dijadikan museum atau tempat cagar budaya.

"Saya sudah memberikan tugas kepada Dinas Pariwisata Kota Surabaya untuk negosiasi harga dengan pemilik rumah. Nantinya rumah kelahiran Bung Karno akan dijadikan museum dan untuk kawasan sejarah," ujar Tri Rismaharini ketika ditemui di sela pemasangan prasasti dan peresmian rumah kelahiran Bung Karno, Senin (6/6).

Sayang, orang nomor satu di Surabaya tersebut enggan menyebutkan anggaran yang dikeluarkan. "Harga masih negosiasi. Saya sudah minta ke Bu Wiwik (Kepala Dinas Pariwisata) untuk mengalokasikan dana dari Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) Kota Surabaya. Lebih bagus lagi kalau masih ada barang-barang aslinya, agar bisa menceritakan ke anak-anak bahwa di Surabaya Bapak Proklamator dilahirkan," tutur Risma.

Sementara itu, keluarga Bung Karno, Prof. Haryono Sigit, mengakui bahwa orangtua Bung Karno pernah tinggal di rumah itu. Ia juga menyerahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Kota Surabaya untuk mengelola rumah tersebut. "Mau diapakan rumah itu, bukan wewenang saya. Saya serahkan ke Pemkot," tukas mantan Rektor ITS Surabaya tersebut.

Direktur Utama Surabaya Herritage, Freddy H Istanto mengatakan, jika nantinya rumah kelahiran Soekarno dijadikan museum maka yang harus diperhatikan adalah sistem pengelolaannya.

Choiri, selaku pemilik rumah mengatakan, secara prinsip pihaknya tidak mempermasalahkan dan siap menjual rumahnya ke Pemkot Surabaya. Terkait harga, ia mengaku masih melakukan negosiasi untuk menentukan harga yang pas. "Tapi kami masih banyak saudara kok di Surabaya, sambil mencari rumah, kami mungkin tinggal di rumah saudara dulu," timpal Djamilah.


Yhah begitulah  ^_^
Tulisan ini dari beberapa sumber lhoh... habis saya baca-baca dari
Republika.co.id
detikSurabaya
Viva News
Gambar-gambar dapet dari guugling juga...

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung, Silahkan mencoretkan komentar atau kritik , saran kamu yaaa...

Makasiiiihhhh ^_^